Topik Permasalahan:
Sejumlah kecurangan dan kelemahan dalam pelaksanaan ujian akhir nasional
membuat banyak pihak mempertanyakan kemanfaatan dan objektifitasnya dalam
mengukur keberhasilan pendidikan di sekolah. Setujukah Anda dengan gagasan
bahwa ujian akhir nasional tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan pendidikan
?
Saya sependapat, bahwa ujian akhir
nasional tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan pendidikan. Ada beberapa
faktor yang menjadi pendukung pernyataan tersebut. Faktor tersebut tentu saja
tidak lepas dari berbagai kelemahan pelaksanaan ujian akhir nasional yang
dewasa ini banyak ditemukan permasalahan yang berupa kecurangan-kecurangan
dalam ujian akhir nasional.
Faktor pertama, dalam setiap ujian akhir
nasional mata diklat yang diujikan hanya tiga macam yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Padahal dalam
kenyataannya, peserta didik di sekolah tidak hanya mendapatkan materi tersebut.
Kita ambil contoh mata diklat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan
Agama Islam (PAI), dll. Sebenarnya untuk apa peserta didik harus diajarkan mata
diklat yang lain jika faktanya penentu kelulusan hanya tergantung tiga mata
diklat tersebut.
Faktor kedua, pengaruh ujian akhir
nasional sebagai penentu kelulusan peserta didik masih terlalu besar. Padahal
sebenarnya belajar tidak dapat dilihat dari hasil tiga mata diklat tersebut.
Bagaimana jika pada pelaksanaan ujian akhir nasional peserta didik sedang
mengalami masalah, seperti masalah keluarga atau bahkan sedang sakit, tentu
saja peserta didik tidak akan dapat mengerjakan soal-soal ujian akhir nasional
dengan baik seperti biasanya. Sehingga kemungkinan besar nilainya akan jelek
dan sampai tidak lulus. Padahal peserta didik tersebut adalah siswa yang cukup
kompeten dalam semua mata diklat. Sebagai contoh, terjadi ada peserta didik
yang pernah mewakili sekolah dalam lomba kompetensi mata diklat Matematika,
Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris namun tidak lulus ujian akhir nasional
dan pada saat tersebut ternyata peserta didik tersebut malah sudah diterima
masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur PMDK (undangan) fakultas kedokteran. Apakah
bisa dikategorikan siswa tersebut lemah / gagal jika nilai ujian akhir
nasionalnya kebetulan jelek? Sebut saja 60% kelulusan peserta didik didapat
dari hasil ujian akhir nasional ( dengan tiga mata diklat ). Sedangkan 40%
kelulusan peserta didik didapat dari hasil ujian sekolah ( dengan lebih dari
sepuluh mata diklat ). Ujian akhir nasional masih belum bisa mewakili
keberhasilan pendidikan jika sistemnya tetap sebagai penentu kelulusan.
Hal ini kerap kali menjadi bahan
perbincangan. Bagaimana bisa, usaha peserta didik belajar selama tiga tahun
ditentukan oleh ujian akhir nasional yang tentunya hanya terdiri dari hanya
tiga mata diklat. Jika dalam pelaksanaannya peserta didik dinyatakan gagal,
tentu usahanya selama tiga tahun belajar akan terkesan sia-sia.
Banyak muncul anggapan bahwa peserta
didik yang memperoleh hasil memuaskan pada ujian akhir nasional, belum tentu
merupakan peserta didik yang cerdas. Dalam kata lain, peserta didik memang
pintar dalam tiga mata diklat yang diujikan, namun belum tentu peserta didik
tersebut pintar atau kompeten dalam mata diklat lainnya.
Faktor ketiga, penyelenggara ujian akhir
nasional tidak tahu bagaimana keseharian peserta didik. Secara umum, guru
adalah pihak yang bisa dibilang paling tahu dan paling mengerti mengenai hasil
belajar peserta didik dan berbagai potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Banyak diantara peserta didik yang berprestasi yang akhirnya tidak lulus hanya
karena gagal dalam ujian akhir nasional. Hal ini ada kaitannya dengan minimnya
kepercayaan yang diberikan kepada guru untuk mengawasi muridnya dalam ujian
akhir nasional. Mulai dengan adanya tim pengawas independen ( TPI ) yang
umumnya berlaku subjektif terhadap peserta didik. Kebanyakan mereka tidak tahu
atau mungkin tidak mau tahu apakah peserta didik yang mereka awasi jujur atau
tidak. Seringkali terjadi kesalahpahaman antara peserta didik dan pengawas. Ada
peserta didik yang tidak berbuat curang namun ditegur oleh pengawas karena
bertingkah mencurigakan. Ada pula peserta didik yang berbuat curang namun
pengawas tidak tahu dan akhirnya tidak ditegur. Bukankah hal tersebut akan
menurunkan mental peserta didik yang sedang ujian?
Selain adanya tim pengawas independen,
ada juga yang sampai memasang CCTV untuk memantau proses ujian. Serta ada pula
yang menggunakan bantuan dari aparat kepolisian untuk membantu pelaksanaan
ujian di sekolah. Tiga tindakan diatas cukup membuktikan bahwa para guru sudah
tidak lagi mendapat kepercayaan untuk mengawasi siswanya.
Faktor keempat, banyak kecurangan yang
terjadi dalam pelaksanaan ujian akhir nasional yang belum bisa ditangani dengan
baik. Ada banyak pula modus kecurangan yang dilakukan, baik oleh peserta didik,
pengawas, hingga oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesempatan untuk
tujuan tertentu. Walaupun tidak semua
tempat pelaksanaan ujian nasional terdapat kecurangan.
Kecurangan dalam pelaksanaan ujian akhir
nasional tentu saja akan mempengaruhi hasil kelulusan peserta didik. Mungkin
hal ini merupakan salah satu alasan yang membuat peserta didik dengan tingkat
pengetahuan yang rendah dapat memperoleh nilai yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan peserta didik yang berprestasi. Sehingga ujian akhir
nasional sering kali tidak dapat menjadi ukuran keberhasilan pendidikan.
Dari keempat faktor diatas, yaitu mulai
dari masalah jumlah mata diklat yang diujikan, pengaruh ujian akhir nasional
yang terlalu besar terhadap kelulusan, tidak adanya kepercayaan yang diberikan kepada
para guru, hingga berbagai kecurangan yang masih belum teratasi, dapat kita
ambil kesimpulan bahwa ujian akhir nasional memang tidak bisa dijadikan ukuran
keberhasilan pendidikan.
SMKN1Mojokerto@2010
|
gak bisa di copy dan print ya :( padahal butuh untuk contoh esay
BalasHapusmaaf gan, seharusnya agan buat sendiri, karna walaupun tulisan saya gak bagus, tapi tetap saja hak cipta perlu dihargai ya gan
BalasHapus